XII. Asing

“Sandra, bisa bicara sebentar?” kata seseorang saat Laura, sandra dan killa sedang berjalan menuju kantin.

 

“Kenapa Vanno?” Tanya Sandra dengan raut datarnya yang biasa.

 

“Ada yang harus gue omongin ke lo.”

 

“Yaudah ngomong aja.” Kata Sandra sambil menaikkan sebelah alisnya, mulai merasa aneh dengan sikap Revanno.

 

“Berdua aja bisa?” Revanno setelah sedikit melirik Killa dan Laura.

 

“Kita tunggu di kantin ya can,” kata Killa sebelum kemudian menatap ke arah Revanno dan Sandra dengan senyum yang terlihat dipaksakan.

 

Laura kemudian mengikuti Killa ke kantin, sejenak ia menoleh untuk melihat apa yang sedang Sandra dan Revanno lakukan. Mereka terlihat berjalan ke arah yang berlawanan dari kantin, entah kemana. Laura pun memalingkan wajahnya ke depan, memilih untuk tidak penasaran.

 

 

***

 

 

Saat sampai, terlihat ruangan kantin IPA yang sudah dipenuhi siswa-siswi yang kelaparan. meja-meja terlihat penuh oleh mereka yang sedang mengisi perut, maupun sekedar mengobrol saja.

 

“Kita pesen duluan aja ra, kayaknya cecan masih bakalan lama deh,” kata Killa sambil tersenyum tipis, rasanya sedikit sakit, melihat sahabat dan orang yang dia suka menjadi sedekat itu.

 

“Aku mau pesan minum aja kil.” Kata Laura menyadari perubahan suasana hati Killa.

 

“Yaudah, sini sekalian aku pesenin, kamu cari tempat aja.” Kata Killa sambil menyodorkan tangannya ke arah Laura.

 

“ok” Laura pun segera memberikan uangnya kepada Killa dan mencari tempat duduk yang masih kosong.

 

Lalu, ia menemukan satu meja kosong dengan tiga kursi yang posisinya tidak terlalu strategis, namun cukup nyaman di dekat tangga rooftop kantin. Setelah mengamankan tempat itu dan menunggu, tak lama kemudian Killa datang dengan sebuah nampan berisi makanan dan minuman untuk mereka berdua.

 

Entah perasaannya saja, atau Killa memang memesan lebih banyak makanan hari ini? Killa membeli ketoprak dan es teh, tapi masih membeli batagor dan kentang goreng jugaa. Biasanya satu menu makanan saja, Killa masih akan meminta porsinya dikurangi.

 

“Nih Ra, es tehnya. Terus ini kembaliannya.” Kata Killa sambil bergantian mengangsurkan gelas berisi es teh dan uang kembalian kepada Laura.

 

“Makasih Kil”

 

“Kak Laura,” Laura baru sempat meminum setengah gelas es tehnya, saat ada adik kelas 10 yang memanggilnya.

 

“Iya?” Jawab Laura.

 

“Tadi Kak Laura dipanggil sama Bu Nova. Katanya disuruh langsung ke ruang seni aja.” Kata adik kelas itu menyampaikan pesan dari gurunya kepada Laura.

 

“Oh, ok makasih.” Balas Laura sambil tersenyum.

 

“Iya kak, sama-sama.” Kemudian adik kelas itu pun berlalu.

 

“Kil, kamu aku tinggal duluan gapapa?” Tanya Laura, karena ia harus segera menemui Bu Nova di ruang musik.

 

“Iya gapapa, lagian masih banyak juga ini makanan. Sayang kalo ditinggal” Jawab Killa sambil menunjuk ke arah makanannya.

 

“Ok, duluan ya.” Laura pun akhirnya meninggalkan Killa di kantin dan bergegas ke ruang seni.

 

“Ok ra, tiati.”

 

 

***

 

 

Saat berjalan ke ruang seni, Laura tidak sengaja melihat Sandra  dan Revanno yang sedang berdiri berhadapan di taman dekat perpus. Tidak heran memang jika tujuannya mencari tempat yang sepi, karena tempat itu memang ditakuti sebagian besar siswa di sekolah ini. Terdengar suara mereka samar, entah sedang membicarakan apa.

Laura pun mengesampingkan rasa penasarannya dan melanjutkan langkah menuju ruang seni. Sampai di sana, dia langsung disambut oleh Bu Nova yang sudah menunggunya sejak tadi.

 

“Maaf lama ya bu,” Kata Laura begitu tiba.

 

“Tidak apa-apa kok Laura.” Jawab Bu Nova dengan senyum menenangkan.

 

“Oh iya, ini formulir aplikasi untuk mengikuti lomba seni yang diadakan UI.” Kata Bu Nova sambil memberikan beberapa lembar formulir kepadanya.

 

“Iya, terima kasih ya bu,” kata Laura dengan senyum.

 

“Sama-sama. Jadi Laura, kamu sudah pikirkan tema untuk lukisan kamu?” Tanya Bu Nova terkait persiapannya di lomba seni yang akan dia ikuti.

 

“Belum sih bu.” Jawabnya jujur. Dia memang belum terpikirkan ide untuk lukisannya nanti.

 

“Ok, disegerakan ya lau, biar persiapannya juga matang.” Balas Bu Nova tersenyum maklum dan memberikan saran.

 

“Iya bu.”

 

“Yasudah, kamu bisa kembali ke kelasmu, sebentar lagi bel masuk.” Kata Bu Nova menyuruhnya kembali.

 

Dilihatnya jam di tangan yang menunjukkan pukul, berarti 10 menit lagi sebelum bel masuk berbunyi.

 

“Baik, saya permisi bu, assalamualaikum.”

 

“Waalaikumsalam.”

 

Setelah menutup pintu ruang seni, Laura pun melangkah menuju kelasnya. Lalu, dia kembali mendengar suara percakapan saat melewati taman belakang perpus. Ternyata Sandra dan Revanno masih belum selesai dengan percakapan mereka. Bedanya, kali  ini suara yang terdengar semakin jelas, mungkin karena posisi mereka yang berpindah menjadi duduk di kursi taman membelakanginya.

 

“Gue suka sama lo Sandra.” Kata Revanno yang di dengarnya. Dia tidak bisa melihat ekspresi yang ada di wajah keduanya, baik Sandra, maupun Revanno.

 

“Udah gila ya lo?” Balas Sandra sinis yang sedikit membuat Laura terkejut.

“Gue serius.” Kata Revanno lagi yang diabaikan oleh Sandra dengan langsung berdiri dan berjalan menuju kelas 11 IPA 1.

 

“San?” Panggil Revanno pelan.

 

“Sandra?” Kali ini Revanno sedikit meninggikan suaranya, melihat Sandra yang sudah menghilang di balik koridor.

 

Ia menatap Revanno yang terlihat frustasi dari koridor samping. Entah mengapa, saat itu ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Perasaan yang baru saja hadir saat mendengar Revanno menyatakan perasaannya kepada Sandra. Perasaan yang terasa ‘asing’ untuknya.

 

Dan saat itu, Revanno menoleh ke arahnya, membuat mata mereka berdua saling bertatapan.

 

 

***

 

 

“Loh, lama banget sih Ra ? Ngomongin apa aja tadi sama Bu Nova?” Tanya Killa yang penasaran saat ia baru saja tiba di kelasnya.

 

“Cuma ngomongin tentang lomba kok Kil.” Jawab Laura tenang.

Laura kemudian duduk di bangkunya di samping Sandra dan memasukkan formulir yang tadi ia dapatkan ke tasnya.

 

“Oh, gitu. Eh btw pendaftarannya kapan tuh?”

 

“Bulan ini.” Jawab Laura lagi sambil mengeluarkan buku dan alat tulisnya.

 

“Wih, bentar lagi dong, semangat deh Ra.” Kata Killa menyemangatinya.

 

“Makasih ya Kil.” Laura mengucapkan terima kasih dan tersenyum membalas ucapan Killa.

 

Kemudian setelah Killa kembali menghadap papan tulis, ia mengalihkan pandangannya ke arah Sandra. Ia perhatikan raut wajah Sandra yang seperti sedang banyak pikiran sambil mencoba menerka apa yang sedang dipikirkan sahabatnya itu.

 

Apakah tentang kejadian tadi? Saat Revanno menyatakan perasaannya? Apa yang dipikirkan Sandra tentang pernyataan itu? Apa Sandra menyukai pria itu? Banyak pertanyaan yang muncul di dalam benaknya.

 

“Kenapa dari tadi ngeliatin gue terus?” Sandra yang merasa diperhatikan pun menoleh dan bertanya kepada Laura.

 

“Gapapa kok San.” Jawab Laura sebelum memalingkan wajahnya ke depan, mencoba mengalihkan perhatiannya.

 

 

***

 

 

“Hai Ra.” Sapa Rainer begitu melihat Laura berjalan sendirian ke arah gerbang sekolah.

 

“Hai Ray.” Balas Laura sambil tersenyum.

 

“Tumben kamu ga bareng Sandra sama Laura?”

 

“Ga, Sandra ada les, kalau Killa tadi ada urusan katanya.” Jawab Laura memberitahukan alasan keabsenan kedua sahabatnya itu.

 

“Oh, kalau gitu aku anterin aja ya?” Kata Rainer menawarkan untuk mengantar Laura ke rumahnya.

 

“Ok.” Persetujuan dari Laura membuat Rainer langsung bergegas mengambil motornya di parkiran setelah sebelumnya meminta Laura menunggu di depan gerbang.

 

“Ini langsung pulang aja kan ya Ra?” tanya Rainer yang datang tidak lama kemudian sambil menyerahkan helmnya kepada Laura.

 

“Iya Ray.” Kata Laura yang sedang memasang helm itu. Kemudian Laura naik ke motor Rainer.

 

“Ok, let’s go

 

 

***

 

 

“Makasih ya Ray, udah dianterin.” Kata Laura begitu mereka sampai di depan gerbang rumahnya.

 

“Iya, sama-sama. Aku langsung balik ya Ra.” Balas Rainer sambil berpamitan karena hari yang mulai sore.

 

“Ok, hati-hati Ray.” Ucap Laura yang hanya dibalas anggukan sebelum pria itu meninggalkan komplek perumahan Laura.

Laura pun masuk ke rumah dan bergegas menuju kamarnya. Di dalam kamarnya, ia kemudian merebahkan dirinya ke kasur dan mulai terpikirkan tentang kejadian tadi siang.

 

Setelah matanya dan Revanno bertatapan, ia langsung mengalihkan pandangannya dan melanjutkan perjalanan menuju kelas. Ia tidak tahu apa yang saat itu dipikirkan pria itu.

 

Akhirnya ia pun berniat mengirim chat kepada Revanno, menanyakan keadaan pria itu. Namun , selama 10 menit merangkai kata-kata, ia selalu saja merasa tidak puas dan menghapusnya kembali. Ia bingung harus memulai darimana.

 

Revanno

 

16.04

Kenapa?

 

Tiba-tiba saja ada pesan masuk dari Revanno yang membuatnya terkejut.

 

16.04

Kok tau aku mau chat kamu?

 

16.05

Dari 10 menit lalu tulisannya sedang mengetik terus

 

Ga dikirim-kirim

16.05

Hehe

16.06

Lo liat?

16.06

Liat apa?

16.08

Gue sama sandra

 

Tangannya berhenti sejenak melihat pertanyaan Revanno. Sejujurnya, ia tidak tahu harus menjawab apa. Belum sempat ia membalas pertanyaan itu, Revanno sudah mengirim sebuah pesan lagi kepadanya.

 

16.10

Terserah lo mau mikir apa, tapi gue akan sangat menghargai kalau lo ga ikut campur masalah ini.

 

Jadi, pura-pura aja lo ga liat

16.10

Ok

 

Tidak bisa dipungkiri, ada sebagian kecil dari dirinya yang merasa tercubit dengan chat barusan.

 

Laura lalu melihat ke arah meja belajarnya, tempat dimana terdapat fotonya, Killa dan juga Sandra. Entah kenapa sejak kejadian tadi siang, pandangannya terhadap Sandra seakan berbeda dari biasanya. Ia merasa kesal dan juga marah,tapi tidak tahu karena apa.

 

Perasaan ini, membuatnya merasa kesal dengan dirinya sendiri. Kenapa juga dia harus merasa kesal dengan Sandra? Dengan sahabatnya? Ia benar-benar tidak mengerti, semuanya terasa ‘asing’.

TBC


Komentar