V. Satu Bimbel?
“Guys,
gue ada question nih, UI kalo
digabung sama UNS jadinya apa?”
“Hah,
apaan?”
“Universitas
IndoMaret. Hahahahahahanjirrr, lucu banget.”
“Udah
gak waras ya lo?” Kata Sandra heran dengan kelakuan absurd sahabatnya itu. Sementara Laura hanya menggelengkan
kepalanya melihat ke-random-an Killa.
Saat
ini sudah jam pulang sekolah, hanya tersisa mereka bertiga dan tiga anak
lainnya yang sedang membersihkan ruangan kelas. Hari Rabu, adalah hari dimana
mereka bertiga harus melaksanakan piket mingguan membersihkan kelas.
Sandra
menyapu ruangan kelas bagian kiri, Laura membersihkan jendela sebelah kiri dan
papan tulis, dan Killa memegang tongkat pel. Tugas Killa baru bisa dikerjakan
terakhir saat semua orang sudah selesai melakukan tugasnya, karena itu untuk
mengisi waktu kosongnya, ia melontarkan pertanyaan ataupun kalimat-kalimat random yang selintas terpikirkan.
“Sembarangan
ae lo Can. Coba bayangkan hari-hari kalian kalo gak ada gue, pasti sepi!”
“iya,
ga ada yang segila, seheboh, dan sedrama lo tentunya.” Balas Sandra sambil
menaruh kembali sapu yang ia pegang ke dinding belakang kelas tempat alat-alat
kebersihan mereka taruh.
“apa
lo bilang?”
“udahlah
gue duluan, mau les dulu. Biar gak peringkat 2 lagi.” Sandra pun pergi
meninggalkan mereka.
***
Jam
menunjukkan pukul 15.15 saat Sandra sampai di bimbingan belajarnya. Dilihatnya
ruang kelas yang masih kosong itu, lalu memutuskan untuk duduk di saf kedua.
Kemudian ia mengeluarkan buku, handphone,
dan headsetnya. Setelah ia memasang
headset di telinganya, ia pun memutar musik yang ada di playlistnya saat itu.
Beberapa
menit kemudian siswa-siswi yang lain pun mulai berdatangan. Sandra mengabaikan mereka, hingga ia merasa
ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Orang itu kemudian menyabut headset
dari telinga kanannya dan memasang
headset itu ke telinga kirinya.
“Apaan
sih... lo?” Kata Sandra yang kaget dengan kehadiran orang itu.
“Hai
Sandria.” Jawab orang itu yang ternyata adalah Sandi, kakak kelas yang katanya King of The Kings di sekolahnya.
Tapi
apa yang sedang pria itu lakukan di sini? Setahunya, selama 2 tahun les di
bimbingan belajar ini tidak pernah dia berpapasan dengan pria itu. Lagipula
kalau dia memang berada di bimbel yang sama dengannya, tidak mungkin mereka
sekelas. Ini kelas 11, sementara kelas 12 ada di lantai atas, dan Sandi itu
kelas 12.
“Ngapain
lo di sini?” Tanya Sandra kepada Sandi.
“Emangnya
Cuma lo doang yang boleh les di sini?” Jawab Sandi dengan ekspresi yang
menyebalkan.
Akhirnya
Sandra pun menghentikan lagu yang ia putar dan mencabut headsetnya, lalu
memasukkannya ke dalam tas. Ia kembali mengarahkan pandangannya kepada buku
yang tadi dibacanya, sebisa mungkin tak menghiraukan keberadaan Sandi.
" Sandria.” Panggil Sandi yang
tak mendapat jawaban dari Sandra.
“Diem
aja, sariawan lo?” Kata Sandi belum menyerah untuk menarik perhatian Sandra.
“Sandriaaa”
Sandi mulai menarik-narik buku yang Sandra baca, tapi masih juga diabaikan.
Tak
kehabisan ide, akhirnya ia pun mulai menyanyikan sebuah lagu yang liriknya
diganti dengan nama Sandra.
“Sandria
Sandria kekasiiiihku, bilang pada orang tuamuuu”
“Berisik
tau ga?” Bentak Sandra cukup keras sehingga teman temannya menengok ke arah ia
dan Sandi.
Sandra
pun malu dan menyunggingkan senyum untuk meminta maaf kepada teman-temannya
yang merasa terganggu. Pria di sampingnya ini memang benar-benar menyebalkan.
Bisa-bisanya dia membuat Sandra melakukan sesuatu yang di luar kebiasaannya.
“Gue
kira lo bisu mendadak, ternyata bisa ngomong juga ya.” Kata Sandi terkekeh
memperhatikan tingkah Sandra.
“Gak
jelas!”
“Loh
mata kamu bermasalah ya? Kayaknya kamu harus pake kacamata deh San, mulai
sekarang.” Sandi pun meledek Sandra
“Mau
lo itu apa si?” Tidak kuat rasanya Sandra menghadapi tingkah seniornya yang
satu ini.
“Mau
gue, lo jadi pacar gue.”
“Balik
tidur lagi deh lo”
“Loh,
kamu mau hadir di mimpi aku buat bilang iya? Pake nyuruh-nyuruh tidur segala,
langsung aja kali San.”
‘Orang stress
ga usah ditanggepin, yang ada malah ikut stress gue.’
KRINGGG
Bel
masuk pun berbunyi menandakan kelas akan segera dimulai. Sandra melihat
sekelilingnya dan menyadari bahwa kelasnya sudah penuh, tetapi Sandi masih
belum beranjak dari tempatnya. Sandra mengernyit heran, apa pria itu tidak
takut telat?
“Kok
lo masih di sini?” Tanya Sandra.
“Emang
kenapa?”
“Balik
sana, udah mau mulai kelasnya.” Jawab Sandra kesal dengan jawaban yang
dilontarkan Sandi.
“Belom
dateng gurunya.” Jawab Sandi lagi.
‘Terserahlah’Sandra sudah menyerah
menghadapi kakak kelasnya itu. Tak lama kemudian, pengajar di kelas 11-A pun
datang.
“Selamat
sore semua, mari kita mulai kelas hari ini.” Sapanya membuka kelas.
“Udah
ada pengajarnya, balik sono.” Usir Sandra kepada Sandi yang masih belum
beranjak.
“Ck”Dilihatnya
seniornya itu mendecak pelan dan
kemudian berdiri.
“Loh,
kamu kenapa berdiri?” Tanya Pak Sim selaku pengajar Matematika yang heran
melihat muridnya berdiri dan berjalan menuju pintu.
Apakah
pelajarannya semembosankan itu hingga muridnya lebih memilih meninggalkan
kelas?
“Saya
kelas sebelah pak.” Jawab Sandi.
“Oh,
begitu.”
“Titip
Sandria ya pak, kalau nakal aduin ke saya aja.” Kata Sandi yang sontak membuat
kelas 11-A menjadi ricuh oleh sorakan dari teman-teman Sandra.
“Cieee
Sandraaa.”
‘Apa-apaan sih
ni cowok?’Kata
Sandra dalam hati malu dengan ucapan Sandi barusan, apalagi ini di depan guru
pengajarnya.
“Oh,
Sandria udah ada pawangnya ya.” Tanya Pak Sim yang tersenyum geli dan
menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan kelakuan anak jaman sekarang.
“Gak
kok pak.” Elak Sandra.
Sejak
kapan dia berpacaran dengan senior gila yang ada di depan kelas itu? Dan kenapa
orang yang dia maksud malah senyum-senyum tidak jelas seakan mengiyakan ucapan
pengajarnya barusan?
“Sudah
sudah, kamu sana balik ke kelasmu.” Lerai Pak Sim yang menghentikan Sandra untuk
melempar Sandi dengan buku yang ia bawa.
“iya,
permisi pak.” Kata cowok itu sambil meninggalkan kelas.
Bisa
tidak tenang hidup Sandra selama Sandi berada di bimbel yang sama dengannya.
Lalu dilihatnya pintu yang barusan ditutup kembali terbuka. Belum ada satu
menit sejak kepergiannya, Sandi datang kembali dan mengucapkan kata-kata yang
membuat Sandra ingin melemparkan kursi di depannya kearah cowok itu.
“Sandra,
nanti pulang bareng.” Kata Sandi sebelum benar-benar pergi ke kelasnya.
“Cie
Sandraaa” Kembali terdengar sorakan dari teman-teman sekelasnya.
“Uhuy,
ada yang pulang bareng nih nanti.”
“Dasar
anak muda.” Kata Pak Sim.
‘Baru sehari
satu bimbel aja udah dibikin malu kayak gini, apalagi nanti?’
***
‘Plis
jangan mati dulu, hp’ Ulang Sandra dalam hati berharap handphone miliknya tidak kehabisan baterai sebelum ia selesai
memesan ojek online.
“Loh
loh” Tiba-tiba ada seseorang yang mengambil ponselnya dan mengangkatnya ke atas
sehingga Sandra tidak bisa menggapainya.
Dilihatnya
siapa orang iseng yang seenaknya saja mengambil handphonenya. Orang itu adalah Sandi, kakak kelasnya yang
menyebalkan, dan sialnya sekarang satu bimbel dengan dia.
“Apaan
sih lo? Balikin gak?” Kata Sandra mencoba merebut kembali handphone itu.
“Ambil
kalo bisa.” Kata Sandi sambil mengangkat handphone
itu tinggi-tinggi.
“Sandi!”
Kata Sandra saat melihat ponselnya mati otomatis karena kehabisan baterai.
Orang
ini benar-benar menyebalkan, sekarang bagaimana caranya dia pulang? Sandra
tentu saja tidak berani naik angkot malam-malam begini.
“Udah,
lo balik bareng gue titik! Gak pake koma.” Ucap Sandi menyerahkan hhandphone
Sandra dan berjalan menuju motornya.
“Nyebelin
banget sih lo?”Kata Sandra yang akhirnya mau tidak mau mengikuti Sandi ke arah motor
cowok itu.
“Rumah
lo daerah mana?” Tanya Sandi setelah menaiki motornya.
Dipasangkannya
helm miliknya ke kepala Sandra yang terdiam di belakangnya. Bau musk yang
menenangkan langsung tercium oleh Sandra saat helm itu terpasang. Sandra tidak
menyangka helm pria itu akan sewangi
ini, melihat bahwa dia adalah anggota ekskul basket yang sering dipenuh oleh
keringat.
“Sudirman”
“Weh,
alhamdulillah searah.” Jawab Sandi sambil menstarter motornya.
Motor
Sandi ini sejenis motor yang digunakan oleh Nathan di film Dear Nathan yang
sempat populer beberapa tahun lalu, hingga membuat Killa dan Laura bercita-cita
mempunyai kekasih seperti Nathan. Ganteng, keren, kaya, apa kurangnya coba?
Kurang,
kalo dia gila dan gak tahu malu, seperti Sandi.
Sandi
kemudian mengulurkan tangannya membantu Sandra naik ke motornya. Sandra yang
merasa kesulitan pun menerima uluran tangannya dan berhasil naik ke atas motor.
“Pegangan,
ntar kalo jatoh gimana?” Kata Sandi saat merasa Sandra menjaga jarak darinya.
“Gak”
“Serius
nih ya?”
“Gue
ngebut loh ini.” Kata Sandi menakuti Sandra agar Sandra mau berpegangan
padanya.
“Satu,”
“Dua,”
“Tiga.”
Akhirnya Sandra yang takut terjatuh pun memeluk pinggang Sandi erat. Dia tidak
mau mati konyol hanya karena menolak untuk berpegangan lalu terjatuh dari
motor.
“Nah,
gitu dong.” Kata Sandi dan terkekeh melihat Sandra dari kaca spion.
“Jangan
dilepas.” Katanya lagi sebelum melajukan motornya.
Udara
malam terasa dingin saat ini, apalagi dengan seragam sekolahnya yang pendek dan
keabsenannya dalam membawa jaket. Papan petunjuk jalan tertulis daerah Sudirman
yang masih lurus sekitar 5 km lagi. Namun, motor yang membawanya ini melaju ke
arah kiri, menjauh dari tujuan awalnya.
“Loh,
kok ke kiri? Kan harusnya masih lurus.” Tanya Sandra.
“Tahu
gak?” Tanya balik Sandi.
“Apa?”
“Gue
laper, makan dulu ya.” Kata Sandi agak berteriak karena suasana jalanan yang
cukup ramai.
“Gue
mau pulang” Tolak Sandra.
“Bentar.”
Akhirnya Sandra hanya bisa pasrah mengikuti kemauan Sandi.
Mereka
menepi di depan gerobak sate pinggir jalan yang terlihat menggoda. Dilihatnya
jam yang melingkar di tangan kiri.
‘Jam tujuh.’ Sebenarnya Sandra juga
merasa lapar karena belum makan sejak pulang sekolah.
“Mang,
satenya dua ya.” Kata Sandi kepada penjual sate.
“Siap.”
“Sate
di sini tuh enak banget. Gak bakal nyesel deh lo makan disini.” Kata Sandi
mempromosikan sate yang dijual di tempat itu.
“Hm.”
Tak
sampai 20 menit, sate yang mereka pesan pun datang. Aroma sate yang menggoda
itu langsung memasuki indera penciuman Sandra saat dihidangkan di depannya.
Sepertinya benar apa yang dikatakan pria itu tadi, sate di sini memang enak.
“Tumben
kang berdua, pacarnya ya?” Tanya penjual sate itu yang sepertinya akrab dengan
Sandi.
“Amin
Mang, do’ain ya.” Jawab Sandi diikuti delikan dari Sandra.
***
“Berapa
Mang?” Tanya Sandi setelah mereka selesai makan.
“Biasa
atuh, 30 ribu aja.”
“Eh,
lo ngapain ngeluarin dompet?” Sandi heran melihat Sandra yang mengeluarkan
dompetnya.
“Ya
mau bayar lah.”
“Dimana-mana
tuh cowok yang bayar kalo lagi jalan sama cewek.”
“Lo
siapa sampe harus bayarin makanan gue?” Tanya Sandra menolak jika makanannya
harus dibayari oleh pria itu.
“Siapa
lagi? Ya calon pacar lo lah, kan lagi pdkt ini.” Jawab Sandi tidak kalah
nyolotnya.
“Dih
najis.”
“Ye,
kalo sampe nanti lo jadi suka dan ngejar-ngejar gue, gue ketawain lo.”
Sandra
hanya memutar kedua matanya. Akhirnya ia membiarkan Sandi yang membayar pesanan
mereka setelah perdebatan yang panjang dan sengit.
***
“Makasih
ya.” Ucap Sandra setelah mereka berdua sampai di depan rumah Sandra. Sandra pun
mengembalikan helm milik Sandi yang tadi dipakainya.
“Gak
ditawarin masuk nih?” Tanya Sandi usil.
“Gak
uasah macem-macem, pulang lo” Usir Sandra.
“iya,
masuk gih, baru gue pulang.”
Sandra
pun melangkah masuk ke rumahnya dan melihat ke jendela apakah pria itu masih di
sana atau tidak. Sandi masih di sana, sedang melihat ke arahnya sambil
tersenyum. Kemudian ia mengenakan helmnya dan mulai melajukan motornya.
Sandra
pun menaiki tangga menuju kamarnya dan menyambungkan handphonenya ke pengisi daya dan mengaktifkannya. Sambil menunggu,
dia merebahkan dirinya ke atas kasur dan memikirkan tentang kejadian hari ini. Absurd, tapi entah mengapa membuatnya
menaikkan sudut bibir, hingga terlihat sebuah senyuman.
Dinyalakannya
handphone yang masih tersambung ke
pengisi daya itu. Ada banyak chat yang masuk begitu ponsel itu menyala.
Sebagian dari sahabatnya, Killa dan Laura yang hari ini menginap di rumah
Killa. Sebagian lagi dari OSIS dan panitia pensi. Namun, yang menarik
perhatiannya adalah sebuah pesan dari nomor tidak dikenal yang foto profilnya
adalah punggung seorang pria sedang mengenakan seragam basket bertuliskan
‘Sandi’.
+6287654645XXX
20.01
Nice
dream
Entah
apa yang terpikirkan olehnya saat itu. Jemarinya seakan bergerak sendiri
membalas pesan itu.
20.02
U 2
TBC
Komentar
Posting Komentar