IX. Insiden Tetangga

Hari ini matahari bersinar dengan cerahnya. Burung-burung pun bernyanyi dengan merdu seakan mendukung keindahan suasana pagi hari ini.

 

Namun tidak dengan seorang gadis, yang sejak tadi mengeluarkan aura gloomy yang sangat kuat. Suasana kelas XI IPA 2 pun mendadak berubah menjadi aneh saat gadis itu masuk.

 

“Lah, ngapa lo?” Tanya Sandra menyadari hawa-hawa negatif dari Killa.

 

“Gapapa.”

 

“Kil, kamu ada masalah?”

 

“Huaaa, gue maluuuu.”

 

“Malu kenapa lo?”

 

“Jadi tuh semalem,”

 

Malam menunjukkan pukul 23.01 saat Killa keluar dari kamarnya. Entah mengapa ia tiba-tiba saja merasa lapar setelah bangun dari tidurnya.

 

Ia lalu berjalan menuju dapur, mengambil mi instan dan membukanya. Saat ingin memanaskan air di panci, killa menyadari bahwa kompornya tidak menyala meskipun berkali-kali ia memutar knopnya.

 

“Loh pih,  gasnya abis ya?” Kata Killa kepada painya yang sedang menonton siaran bola di ruang tamu.

 

“Oiya, papi lupa pesan gas.”Jawab papinya.

 

Sejak maminya pergi ke Paris dua minggu yang lalu, Killa dan papinya terpaksa harus memasak sendiri. Maminya memang sudah membiasakan Killa sejak kecil untuk memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah agar ia menjadi perempuan yang mandiri.

 

“Yaudah lah pesan sekarang.” Kata Killa kesal, kenapa juga gasnya habis saat malam hari?

 

“Duh, gak diangkat Killa, mending kamu aja deh langsung ke warungnya.”

 

“Loh kok jadi Killa sih? Ini udah malem pih, papi gak takut apa anak semata wayangnya ini diculik?” Killa tidak habis pikir dengan papinya, kenapa malah menyuruh anak perempuan satu-satunya untuk keluar malam-malam begini?

 

“Siapa juga sih yang berani nyulik kamu? Yang ada malah rugi. Udahlah berisik, gak bisa diem, makannya banyak lagi.”

 

“Bisa pusing penculiknya.” Kata papi Killa terlihat yakin.

 

‘Gini banget ya bapak gue.’ Kata Killa dalam hati heran melihat tingkah papinya.

 

“Yaudah Killa ke warung. Mana duitnya?”

 

Akhirnya Killa pun mengalah dan keluar membeli gas di warung. Daripada dia kelaparan kan, lebih baik dia berjalan sebentar untuk membeli gas.

 

‘Duh elah, sepi amat dah ni komplek?’

 

‘Nyanyi aja kali ya, mumpung ga ada orang.’

 

“Hello from the other si...de.”

 

“I must have called a thousand ti...mes”

 

“To tell you, I’m SORRY”

 

“For everything that I’ve done.”

 

“But when I call, you NEVER”

 

“Seem to be ho....me.”

 

Killa menyanyi seperti sedang konser tunggal di hadapan banyak orang. Suaranya yang sedikit sumbang itu terdengar hingga ke ujung komplek. Untung saja hari sudah malam, sehingga tidak ada yang mendengar suaranya karena terlelap dalam tidur mereka.

 

“Hello from the other-” Killa berhenti tiba-tiba saat ia mendengar suara tertawa dari atasnya.

 

Killa melihat sekitarnya untuk memastikan siapa yang menertawakannya tadi. Namun, saat melihat sekelilingnya, ia hanya mendapati jalanan komplek yang sepi.

 

‘Lah, ga lucu anjir. Masa gue diketawain setan si?’

 

Killa pun memberanikan diri untuk mendongakkan pandangannya ke atas, mencari sumber suara tertawa itu. Dilihatnya seseorang yang menggunakan kaos berwarna abu-abu dengan celana pendek dan rambut yang acak-acakan, namun masih terlihat tampan sedang tertawa ke arahnya.

 

‘Anjir, ganteng banget gils.’

 

Lalu Killa pun tersadar dengan penampilannya saat ini. Daster abu-abu, sandal hello kitty, dan rambut yang acak-acakan, tak lupa juga dengan muka bantalnya yang baru bangun tidur.

 

‘Aaa, mami, Killa malu.’

 

Killa pun cepat-cepat berjalan ke rumahnya, mencoba tidak menghiraukan pria yang sepertinya adalah tetangganya itu.

 

 

***

 

 

“Hahahaha, makanya lo kalo nyanyi jangan kenceng-kenceng.”kata Sandra yang tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Killa.

 

“Ya abis kan gabut kalo diem-diem bae.” Balas Killa membela dirinya.

 

“Masih untung cuma tetangga lo yang ngetawain, kalo penunggu komplek lo gimana?”

 

“Ih, Cecan jangan nakut-nakutin.” Killa memang sangat penakut dengan hal-hal berbau mistis.

 

“Udah udah, lain kali jangan nyanyi keras-keras ya Kil.” Kata Laura melerai kedua sahabatnya itu.

 

“Terus gue harus gimana kalo ketemu dia lagi nanti?”

 

“Ya pasrah aja lo diketawain.” Balas Sandra lagi yang seakan tidak puas menertawakan Sandra.

 

“Kenapa sih aib gue harus terbongkar di depan dia? Mana  kasep pisan.”

 

‘Jangan-jangan dia illfeel lagi sama gue?’ kata Killa berprasangka dalam hati.

 

“Sandra, dicariin Kak Sandi tuh.” Kata salah satu teman sekelas mereka, Mila.

 

“Bilang aja gue lagi gak di kelas.” Jawab Sandra yang terlihat ogah-ogahan.

 

“Orangnya udah tau lo di dalem kelas, katanya suara ketawa lo kedengeran sampe ke luar.” Balas Milla yang sontak membuat Killa tertawa terbahak-bahak seperti yang dilakukan Sandra tadi.

 

“Makanya kalo ketawa ga usah kenceng-kenceng.” Puas sekali rasanya Killa membalas ucapan Sandra beberapa waktu yang lalu.

 

‘Karma itu nyata gaes.’ Kata Killa dalam hati.

 

Akhirnya Sandra pun keluar menemui kakak kelasnya itu. Sempat terlihat ekspresi Sandra yang kesal saat berbicara dengan Sandi, sebelum akhirnya masuk kembali ke dalam kelas.

 

“Nanti sore gue gak jadi nginep ya Kil.” Kata Sandra setelah kembali duduk di kursinya.

 

“Lah kenapa?”

 

“Senior lo tuh, rusuh banget jadi human.” Kata Sandra sambil merengut kesal.

 

Padahal hari ini dia dan Laura berencana menginap di rumah Killa karena besok hari Sabtu. Mereka juga sudah merencanakan kegiatan yang akan mereka lakukan bersama.

 

“Ehem, iya paham deh yang mau kencan.” Kata Laura yang tersenyum geli.

 

“Ga ada ya.” Kata Sandra.

 

“Udah Can, ngaku aja.” Killa menambahkan.

 

“Bodo.” Ucap Sandra sudah lelah mengelak yang kemudian membuat Killa dan Laura tersenyum puas.

 

 

***

 

“Gue duluan ya Kil, Ra.” Ucap Sandra begitu kelas selesai dan pengajar sudah meninggalkan kelas.

 

“Iya, hati-hati San.”

 

Have fun ya kleann.” Kata Killa yang dibalas Sandra dengan memutar kedua matanya.

 

“Ra, kita naik angkot aja ya.” Kata Killa kepada Laura setelah Sandra pergi bersama Sandi yang sudah stand by di depan kelas.

 

“Iya Kil.”

 

Mereka pun berjalan menuju gerbang sekolah untuk menunggu angkutan umum yang hendak mereka naiki. Di sepanjang perjalanan, Killa asik mengobrol dengan Laura hingga tidak menyadari bahwa ada seseorang yang memperhatikannya sejak keluar dari gedung sekolah.

 

“Nah, itu dia angkotnya.” Kata Killa bersemangat.

 

Mereka pun masuk diikuti siswa siswi lain yang hendak pulang menggunakan angkutan yang sama. Setelah masuk pun, Killa melanjutkan obrolannya yang sempat tertunda.

 

“Iya Ra, jadi dulu tuh-“

 

“Sorry, lo Aqilla dari IPA 2 kan ya?” Tiba-tiba seorang laki-laki yang duduk di depan Killa berbicara kepadanya.

 

“Iya, kenapa?” Jawab Killa ketus.

 

Salah satu ajaran Sandra adalah jangan terlihat terlalu tertarik atau bersemangat ketika ada orang asing yang menyapa.

 

“Gue Lukas, dari IPS 1.” Kata orang itu memperkenalkan dirinya.

 

‘Lukas IPS 3? Lukas Hakim?’ Kata Killa dalam hati merasa familiar dengan nama tersebut.

 

‘Oh, jadi dia yang ngomongin gue di angkot?’ Kata Killa menyadari bahwa laki-laki di depannya ini adalah orang yang dikatakan Sakira waktu itu.

 

“Oh.” Kata Killa semakin jutek.

 

“Gue boleh minta nomor lo?” Kata laki-laki itu lagi.

 

‘Lah, buat apaan njir?’ Killa bingung dalam hati.

 

“Buat?”

 

“Buat pdkt, boleh?”

 

Killa pun langsung dibuat tidak bisa berkata-kata mendengar jawabannya.

 

TBC


Komentar